Meningkatkan Solidaritas dan Persaudaraan, KPCDI Mengelar Kopdar Se-JABODETABEK

Komunitas ini dibentuk tiga tahun yang lalu. Awalnya, forum silahturahmi para pasien cuci darah di sebuah klinik hemodialisa dibilangan Jakarta Selatan. Kemudian berkembang meluas, dan di disain menjadi organisasi yang berbentuk perkumpulan. Dan, satu tahun setengah yang lalu, KPCDI mendapat legalitas dan pengesahan oleh Kementerian Hukum dan HAM.

Kenapa berbentuk perkumpulan? Kenapa bukan berbentuk yayasan? Alasannya, karena pasien gagal ginjal butuh sebuah wadah untuk berkegiatan, sekaligus wadah mengaktualisasikan dirinya.

Pemikiran para pendiri, kalau berbentuk yayasan nanti menjadi eksklusif. Hanya pengurus yayasan yang aktif, sementara pasien hanya menjadi pihak yang diajak untuk ikut berkegiatan seperti; seminar, kopdar (kopi darat) dan acara lainnya. Bahasa lugasnya, pasien hanya menjadi obyek semata. Organisasi seperti ini banyak, tapi tidak menjadi jalan keluar bagi problem pasien cuci darah yang sangat komplek itu.

Para pendiri ingin organisasi bersifat egaliter, semua pasien diberi kesempatan untuk berpartisipasi. Dari pasien untuk pasien. Mereka adalah tuan rumah di tempatnya sendiri. Sebuah komunitas yang dapat menjadi wadah mengaktualisasikan diri.

Maka bentuk organisasi di disain ada di Pusat dan Daerah. Di daerah nanti ada Wilayah, Cabang sampai dengan Unit HD. Bentuk ini menyerupai ORMAS (Organisasi Masyarakat). Setiap anggota berhak mencalonkan diri menjadi Pengurus, setiap anggota punya hak memilih Pengurus-nya.

Apa yang dicita-citakan itu mulai berjalan. Muncul cabang-cabang, bahkan sampai ke Pekanbaru dan Kalimantan Barat. Di Jabodetabek telah berdiri Cabang DKI Jakarta, Bekasi, Depok, Bogor dan Banteng (Banten dan Tangerang) Raya.

 

Kopi Darat

Bila pada awal berdiri, para Pengurus Pusat yang bertugas menyiapkan seminar dan kopdar. Kali ini, cabang DKI Jakarta ditunjuk menjadi panitia acara Kopdar se-Jabodetabek. Partisipasi meluas, sampai ke Pengurus dan anggota Cabang. Inilah yang kami namakan egaliter dan partisipatif.

DKI Jakarta menjalankan tugas ini dengan semangat tinggi. Mereka menggelar rapat-rapat perencanaan dan persiapan dengan sistimatis. Tak hanya melalui WhatsApp Group, bahkan mereka mengadakan rapat dengan bertemu langsung.

Bagaimana dengan cabang lain? Mereka juga punya tugas memobilisasi anggotanya. Mengkoordinir anggota untuk berpartisipasi membawa makanan untuk disantap bersama dalam acara tersebut. Bahkan masing-masing cabang menyiapkan kaos sesuai selera masing-masing cabang.

Adalah Cabang Depok yang berapa kali bertemu di rumah Ibu Ely. Mereka latihan band untuk acara tersebut. Dipimpin oleh Zainal Arifin, Drumer Krakatau Band, yang juga seorang pasien cuci darah.

Semua anggota bergairah menyambut acara tersebut. Gotong-royong adalah filosofi yang dianut KPCDI.

 

Taman Wiladatika

Malam telah larut, tetapi panitia tetap terjaga dan saling chating di WhatsApp Group, untuk memastikan persiapan terakhir. Hari masih pagi, panitia sudah mengudara di dunia maya, untuk memastikan persiapan di tempat acara. Dan pukul tujuh pagi, mereka sudah ada di Taman Wiladatika Cibubur. Ada yang memasukan alat-alat band dan sound system, ada yang menata kue, ada yang menata tikar untuk tempat acara. Tak ketinggalan mereka menyiapkan es batu yang begitu banyak. Es adalah menu utama yang sangat digemari pasien cuci darah.

Panitia menyewa rumah mungil di taman itu, untuk pasien CAPD mengganti cairan. Dilengkapi dengan AC agar dapat buat beristirahat peserta yang mengalami kelelahan. Menyewa juga tenda dan panggung.

Pukul delapan para peserta mulai berdatangan. Kalau berkaos warna merah putih mereka berasal dari Cabang Depok. Berkaos warna biru tua datang dari DKI Jakarta. Bekasi dengan warna Biru cerah dan Tangerang Raya juga dengan warna oranye.

Acara dimulai dengan doa yang dipimpin langsung oleh Pak Hasan, yang datang dari Kalimantan Barat. Kemudian dua host cantik sebagai pembawa acara yaitu Mella dan Inuy langsung meminta Ketua Umum dan Sekjen memberi sambutan.

“Kami ini harus seumur hidup cuci darah. Kenapa kami harus memperbaharui rujukan setiap tiga bulan? Selain memberatkan kami, hanya akan semakin membuat rumah sakit penuh dan jumlah antrian yang panjang,” tutur Tony dalam pidatonya.

Pidatonya berisi kritik membangun kepada Menteri Kesehatan yang masih kurang perhatian pada pasien gagal ginjal. “Kita harus menggalang dukungan seluas mungkin. Hanya dengan itu perjuangan kita akan berhasil. Kita perlu dukungan publik.” tegasnya.

Sedangkan Sekjen KPCDI meminta anggota untuk terlibat aktif dalam kegiatan komunitas. Sekjen menjelaskan bahwa KPCDI organisasi yang tidak eksklusif. Dia bersifat egaliter, memberi kesempatan anggota untuk berpartisipasi sepenuhnya. “Dengan kita terlibat aktif di organisasi, rasa kepercayaan diri pasien cuci darah akan muncul lagi,” ujar Peter Hari.

Dalam kesempatan ini lagu Mars KPCDI yang diciptakan oleh Zainal Arifin diperdengarkan dan dinyanyikan oleh seluruh peserta kopdar.

“…..semangat membantu Anda
Semangat melayani Anda
Menyongsong hari esok yang cerah
KPCDI tetap jaya…..”

Itu adalah satu bait dari lagu Mars KPCDI.

Selama acara berlangsung, band dari Cabang Depok menyanyikan lagu-lagu. Ada yang sahdu, bersemangat, bahkan lagu dangdut.

Walau fisik mereka rata-rata pas-pasan, lomba-lomba yang dibuat panitia semua mereka ikuti. Lomba ini menuntut kerjasama tim, dan diharapkan dengan acara begini semakin erat hubungan antar anggota. Mereka juga diajak berjoget Maumere. Capek, tentu saja, tapi pantang menyerah karena itu membuat peserta ceria dan bahagia.

Ketika sesi foto, mereka membentangkan spanduk. Isinya meminta Menteri Kesehatan membentuk Lembaga Donor Organ. Ada juga kritik mereka ke Menteri Kesehatan kalau cuci darah saja tidak cukup, dan menuntut pemberian obat-obatan yang penting bagi kehidupan pasien cuci darah. Tak lupa dalam spanduk yang mereka bentangkan mengkritik sistim rujukan yang baru dimana setiap tiga bulan sekali harus diperbaharui, bahkan ada yang sekali sebulan.

Ketika hari sudah siang, mereka membuka bekal untuk disantap. Mereka kumpulkan per-cabang. Mereka makan bareng dan saling bertukar menu. Nikmatnya kebersamaan sangat kental sekali di sini. Gotong- royong bukan slogan semata, tetapi sesuatu yang sudah mereka jalankan.

Kala sore hari, setelah mereka pulang ke rumah masing-masing, rasa capek baru terasa. Acara hari ini mereka ikuti dengan penuh semangat dan keceriaan. Mereka lupa kalau fisiknya sebagai pasien cuci darah punya keterbatasan. HB (Hemoglobin) dibawah orang sehat, otot dan tulang mereka juga tidak sekuat orang sehat. Tapi Kopdar telah membius mereka hari itu, hanya rasa senang dan gembira adanya. Itulah gunanya berkomunitas.

Mereka langsung menorehkan isi hatinya di media sosial sperti Facebook, Instagram, Twitter dan disertai foto-foto acara Kopdar. Seperti Mella dan Risca, keduanya panitia, walau capek, mereka bahagia. “Seru banget kopdarnya. Walau kaki ku sudah tidak kuat berdiri karena jadi MC, dan mulutku haus sekali, tapi aku sangat puas,” ujar Mella.

Yang jomblo pun begitu bahagia. Mungkin hari ini ketemu pujaan hatinya. Seperti Nia ketika ditanya kenapa hari ini mukanya ceria sekali? “Ada deh. Mau tahu aja,” jawabnya.

Saling bertemu, saling bertukar pengalaman, sharing, saling menguatkan, bergembira bersama adalah manfaat kopi darat. Berkomunitaslah karena di sana akan tumbuh rasa persaudaraan dan solidaritas.

 

Penulis: Peter Hari (Sekretaris Jenderal KPCDI)

Leave a Reply