Transplantasi Ginjal Merubah Kehidupan Tony Samosir

Keberhasilan operasi transplantasi ginjal di Indonesia sudah mencapai diatas 90 %, dan itu pencapaian yang sangat baik. Setiap tahunnya, RSCM telah melakukan operasi cangkok sebanyak kurang lebih 150 orang. Semakin tinggi angka tindakan operasi yang dilakukan, semakin berpengalaman dan ahli rumah sakit tersebut. Bahkan di RSCM sudah bisa melakukan transplantasi ginjal di mana penerima dan pendonor berbeda golongan darahnya. Jadi sudah maju dan mendekati kemajuan medis di negara lain.

Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Tony Samosir, ketika memberikan testimonial dirinya setelah menjalani cangkok ginjal dihadapan 150 peserta seminar awam yang bertema “Waspadai Anemia Pada Pasien Ginjal”, bertempat di Ruang Pertemuan Rumah Sakit Permata Depok, Sabtu (27/1/2018). Acara tersebut diselenggarakan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) bersama Rumah Sakit Permata Depok.

Ketua Umum KPCDI itu, yang juga pasien transplantasi ginjal, mengajak peserta seminar yang sebagian besar adalah pasien cuci darah agar mau dan berani melakukan cangkok ginjal. “Terapi cangkok ginjal adalah terapi paling utama dan sangat baik bagi pasien cuci darah. Ginjal rusak ya harus diganti dengan ginjal sehat. Tidak cukup hanya diganti dengan mesin,” ajaknya.

Dalam kesaksian itu, Tony menyertakan foto-foto dirinya sebelum divonis gagal ginjal maupun saat cuci darah. Ia melakukan hemodialisa selama 7 tahun, sebelum akhirnya melakukan transplantasi ginjal. “Kulit saya hitam, kusam dan kering. Saya sudah tidak kuat berjalan karena telapak kaki sakit bila menapak dan berjalan terlalu lama. Semua ini karena adanya gangguan keseimbangan kalsium dan fosfor yang panjang dalam tubuh. Tulang saya mulai mengalami kerapuhan,” ujarnya.

FOTO: Tony dan Eva pada saat akan dilakukan operasi transplantasi ginjal di RSCM Jakarta

“Yang hadir di sini tentu bisa membandingkan wajah saya saat ini. Saya melakukan cangkok ginjal pada 15 Maret 2016. Sudah hampir dua tahun. Wajah saya sudah tidak hitam dan kusam lagi, sudah cerah. Saya sudah bisa berlari dan setiap hari naik tangga empat lantai di menuju ruangan kantor,” ungkapnya lagi.

Ketika ditanya dengan kehidupan seksualnya, pria yang mendapat donor ginjalnya dari istrinya, Eva Tampubolon langsung menjawab terjadi perubahan. “Seksualitas tentunya meningkat. Rasanya seperti waktu ia masih sehat. Saya jadi lupa kalau pernah sakit gagal ginjal. Kalau nggak percaya tanya istri saya yang ada disini,’ ucapnya disambut gelak tawa peserta seminar.

Lulusan mahasiswa teknik di UGM Yogyakarta ini pun juga menepis kekuatiran bagaimana dengan kehidupan si pendonor kelak. Tony lantas memanggil istrinya untuk maju ke depan. “Terlihat sehat kan? Hidupnya normal-normal saja. Ia masih bekerja di kantor, naik turun angkutan umum dan tetap menjalankan aktivitas lainnya, layaknya orang normal. Bahkan, di dunia ini, ada orang terlahir dengan ginjal satu tanpa ia sadari. Ia tetap bisa menjalani hidup,” tegasnya.

Yang paling penting menurut ayah satu anak ini, operasi cangkok ginjal sudah tidak eksklusif lagi. Bukan hanya milik orang super kaya, seperti dulu lagi. “Saya adalah orang pertama yang sebagian besar biayanya menggunakan dana BPJS Kesehatan. Ketika dimintai cost sharing sebesar Rp 150 juta saya menolak dan melawan. Bersama KPCDI saya berjuang agar bisa dibiayai oleh BPJS Kesehatan sepenuhnya. Saya hanya keluar uang sekitar Rp 30 juta untuk pra cangkok ginjal, pemeriksaan kelayakan donor dan penerima, dimana memang saat itu belum ada aturan mengenai biaya pre transplantasi ginjal,” ujarnya.

“Ketika saya operasi dulu masih menggunakan Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES) Nomor 59 Tahun 2014, dan biaya yang dicover paling besar hanya Rp 250 Juta. Tarif cangkok ginjal sekarang menggunakan PERMENKES Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Perubahan Kedua dari Permenkes Nomor 52 Tahun 2016 Perihal Standart Tarif Pelayanan, biaya yang dicover hampir mencapai Rp 400 juta untuk kelas 1. Biaya ini hanya untuk operasi bagi si penerima ginjal.

Sedangkan untuk si pendonor dibiayai sepenuhnya oleh BPJS dengan biaya seperti tarif pengangkatan ginjal umumnya. Bahkan setelah operasi dia akan mendapat surat keterangan sebagai pendonor yang ditandatangani oleh penanggungjawab transplantasi ginjal, bila berobat ke RSCM akan dicover sepenuhnya oleh BPJS Kesehatan,” ujarnya lagi.

“Berkaitan dengan prosedur transplantasi, yang pertama adalah menyiapkan pendonornya. Ini tanggungjawab pasien dan keluarganya. Pendonornya harus sehat tidak ada riwayat sakit, seperti diabetes dan tekanan darah tinggi atau lainnya. Umur minimal 18 tahun, dan maksimal berumur 65 tahun.

Kemudian, langkah selanjutnya melakukan pemeriksaan advokasi forensik. Ketika dianggap dewasa dan secara kognitif memenuhi syarat, dan tidak ada indikasi jual beli organ, baru kemudian melakukan langkah pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh, baik si pendonor dan penerima. Dalam tahap ini termasuk tingkat kecocokan ginjal si pendonor untuk ditempatkan pada tubuh si penerima.

Bila semua memenuhi syarat, Tim Dokter Transplantasi Ginjal akan menjadwalkan waktu operasi. Paling cepat enam bulan kemudian baru dilaksanakan operasi itu, karena antrian panjang dan banyaknya minat pasien untuk transplantasi ginjal” pungkasnya. (Peter Hari)

 

Leave a Reply