Cuci Darah Mandiri Bisa Menjadi Pilihan Bagi Pasien Gagal Ginjal

Konsultan Ginjal dan Hipertensi di RSPAD dr. Jonny, Sp.PD-KGH, MKes, MM, menyayangkan kebijakan dokter di Indonesia yang pada umumnya langsung menganjurkan pasien gagal ginjal tahap akhir untuk langsung cuci darah. Pasien tidak diberi kesempatan untuk memilih pengobatan yang cocok menurut dirinya sendiri. Apakah hemodialisa? Apakah CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis) atau yang sering disebut cuci darah mandiri? Apakah melakukan transplantasi ginjal? Baginya, setiap dokter harus memberi arahan, penjelasan dan informasi yang jelas agar pasien bisa menentukan terapi apa yang sesuai dan cocok dengan keinginannya.

Pernyataan ini dilontarakan dihadapan lebih dari seratus lima puluh pasien gagal ginjal yang memenuhi ruang pertemuan di lantai lima Hotel Jusseny, Blok S, Minggu 5 November 2017. Para pasien gagal ginjal yang bertemu itu mengikuti seminar awam yang diselenggarakan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) dengan bekerjasama dengan Baxter International, sebuah perusahaan global yang bergerak di bidang industri farmasi dan perawatan ginjal. Tema yang diangkat dalam seminar ini adalah “Meningkatkan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Perawatan CAPD”.

Lebih lanjut, dokter muda yang aktif dalam berbagai seminar tentang ginjal ini menjelaskan bahwa selain terapi cuci darah dengan mesin, pasien GGK (Gagal Ginjal Kronik) juga bisa melakukan cuci darah mandiri dengan terapi CAPD. “Metode ini proses cuci darah mandirinya menggunakan membran peritoneum (rongga perut). Caranya, cairan dialisat dimasukan ke dalam rongga peritoneum, terjadi proses penyaringan darah melalui membran peritoneum. Kemudian dialisat yang mengandung produk sampah tubuh dikeluarkan dari rongga peritoneum,” jelasnya

“Keuntungan terapi ini, si pasien tidak perlu datang ke rumah sakit, cukup dilakukan di rumah atau kantor. Fungsi ginjal yang tersisa juga bisa bertahan lebih lama, bahkan bagi yang punya rencana untuk cangkok ginjal, perawatan ini sangat cocok dan menjadi pilihan. Dan juga relatif lebih bebas makan buah dan sayur, serta asupan cairan. Tidak berhubungan dengan darah, artinya aman tertular hepatitis, HIV dan penyakit infeksi menular lainnya,” tegasnya

Tony Samosir, Ketua KPCDI mengatakan bahwa organisasi yang dipimpinnya sangat konsen melakukan kegiatan edukasi bagi pasien cuci darah. “Kami aktif melakukan seminar di berbagai daerah. Selain edukasi, kami juga aktif memberi masukan kepada penentu kebijakan publik, agar kepentingan pasien benar-benar dilindungi,” ujarnya ketika memberi sambutan dalam pembukaan seminar tersebut.

Leave a Reply