Walau Gagal Ginjal, Wanita Munggil Ini Bangkit Merubah Jalan Hidupnya Dengan Berjualan Bihun Goreng

Paras wajahnya imut, berkacamata. Kalau sedang diajak ngobrol, senyum manisnya lebih mendominasi, dan terlihat jelas gigi putihnya nan rapi. Kerundung di kepalanya, melengkapi penampilannya sebagai perempuan anggun. Aku memastikan banyak pria terpesona kepada perempuan yang tinggal di kota Malang yang terkenal dengan hawa yang sejuk ini.

Itu kesan pertamaku bertemu dengan perempuan pemilik nama lengkap Okki Risdwianing Dewanti. Kalau di Facebook ngaku masih jomblo dan sedang menunggu jodohnya. Tapi, apakah benar? Dan waktu itu aku tak sempat menanyakannya.

Pertemuanku dengannya saat itu pada acara Hari Ginjal Sedunia yang diadakan oleh KPCDI. Dari Malang dia pergi ke Jakarta menaiki kereta api, memakan waktu 15 jam 20 menit. Itu dia lakukan agar dapat bertemu dengan teman-temannya, sesama pasien gagal ginjal. Selama ini, Okki hanya bertegur sapa dengan teman-temannya via dunia maya dan group WhatsApp KPCDI.

“Saya terkena gagal ginjal pada tahun 2013. Usia saya saat itu masih 19 tahun, semester dua akhir, di Institut Tehnologi Nasional (ITN), Malang,” Jawabnya ketika kutanya kapan mulai cuci darah.

Bahkan, Okki menceritakan pada tahun pertama cuci darahnya, ia terobsesi penyakitnya bisa sembuh. “Saya menjadi sibuk berangan-angan kalau sakit ginjalku akan pergi dari tubuhku. Yang terjadi, justru aku terlalu disibukan wora-wiri (bolak-balik) ke rumah sakit karena sering sesak nafas,” ungkapnya lagi kepadaku.

“Bahkan, dari mulutku sempat terucap kata-kata kepada bapakku agar mengiklaskan diriku. Aku sudah tidak kuat,” ucapnya dengan lirih.

Kakaknya lah, bernama Samid, yang membangkitkan semangat Okki untuk bertahan dan melanjutkan hidupnya. “Kamu pilih mana? Hidup 30 tahun dengan gagal ginja tapi hanya di kasur dengan selang oksigen, atau hidup dengan gagal ginjal 30 tahun tapi bisa ke mana-mana?,” ujar Okki menirukan perkataan masnya.

Kakaknya menginginkan Okki seperti temannya yang lain, bisa nongkrong, ke pantai, kumpul-kumpul lagi, kuliah lagi. Dan dia sepakat dengan keinginan kakaknya itu. Mulailah dia berpikir untuk sehat. “Keuangan keluargaku terganggu karena aku sering opname. Aku mulai berpikir untuk mencari uang. Tak mungkin dengan sakit begini aku bekerja di sektor formal,” ujarnya.

Ibu Okki sudah lama membuka katering. Okki sendiri punya kegiatan dan hobi membuat cemilan untuk dimakan sendiri. “Passionku di kuliner. Aku memulai usaha dengan menjual puding sutera buatanku. Produknya laku, tapi tidak berlanjut karena tempat untuk menitipkan pudingnya jaraknya jauh sekali. Kemudian, ia berganti berjualan es mie telor di depan rumah. “Sayang, masyarakat di sekitar saya daya belinya rendah,” jelasnya.

Setelah mencoba berjualan berbagai produk makanan, akhirnya dia memutuskan berjualan bihun goreng. Dia menyebutnya Bigor. “Aku berpikir Bigor makanan ringan yang awet. Tidak perlu setiap hari aku membuatnya. Mudah mengemasnya, dan target pembelinya bisa meluas, karena bisa dikirim ke luar kota,” Jelasnya lagi dengan senyumnya yang mengembang.

Usaha Bigornya sempat stagnan, karena keterbatasan cara memasarkannya. Adalah Lita, anggota KPCDI dari Makasar, yang pada akhir 2016 datang ke Jakarta. Dia membidani berdirinya GEEK (GGKPRENEUR KPCDI). Semacam tempat berlatih bagi anggota KPCDI untuk berbisnis secara online. Menurutnya, bisnis online adalah bisnis yang paling cocok bagi pasien cuci darah. “Aku masih bisa menjual kosmetik dengan bermodal handphone. Aku bisa menjumpai costumer ku dimanapun dia berada,” ujarnya kepadaku suatu hari, sambil tiduran karena sedang menjalankan proses cuci darah.

“GEEK membuat saya optimis kalau Bigor produk saya ini bisa meluas pembelinya. Sebelumnya, saya tidak memahami pemasaran dengan cara online. Di GEEK, terjadilah proses diskusi, dan kami semua dilatih berbisnis secara online,”.

Konsumen cemilan Bigor Okki tidak hanya datang dari Kota Malang dan sekitarnya. “Pelanggan saya sudah sampai keluar pulau. Aku sudah punya pendapatan lumayan. Sudah tidak membebani orang-tua untuk memenuhi kebutuhanku sebagai pasien cuci darah,” ujarnya dengan rasa haru.

Seperti di bulan Ramadhan ini, Okki mempromosikan cemilan bihun goreng-nya. Sebagai cemilan, bihunnya berbentuk kering, dikemas dalam plastik, awet untuk waktu yang cukup lama. Kemasannya cantik dan menarik. Dalam dinding Facebook-nya dia tulis ,”Buat teman-teman yang buka puasa, biar buka puasanya semakin meriah. Pesan Bigor sebungkus cukup Rp. 6.000, dengan dua pilihan rasa pedes dan asin,”.

Hidupnya kini menjadi berubah. Usahanya bukan saja memberi penghasilan, tapi yang paling terpenting membuat dia bersemangat dalam menjalani hidup. Ada hal yang dia pikirkan dan kerjakan. Menjadi pribadi yang bertanggungjawab kepada Sang Penciptanya, yang telah menitipkan padanya tubuh yang bernafas dan jantung yang berdetak.

“Tahun 2016 kemarin tahun kebangkitanku. Tidak sekalipun aku opname sepanjang tahun itu. Aku bisa berkumpul lagi dengan teman-temanku. Bisa berpergian ke Yogyakarta, bahkan ke Jakarta. Tahun 2017 ini, saatnya aku meraih impianku, ” kenangnya dengan muka sumringah.

Aku tergagum-kagum atas usaha dan semangatnya. Dia adalah teladan bagi pasien cuci darah yang ingin bangkit dari keterpurukan. Sekecil apapun yang diperbuatnya, bila dilakukan dengan serius dan iklas, akan mengubah jalan hidupnya.

Karena penjualannya secara online, bagi teman-teman yang mau pesan Bigor bisa kontak Okki lewat; Instagram (IG) @getosbigor, line ID : getosdewanti, atau via WhatsApp : 0822-3226-3645. Kata Okki bisa kirim ke mana saja, ongkos kirim sesuai tempat tujuan.

Kepada teman-teman, selamat mencoba Bigornya. Membelinya, sama saja dengan membantu saudara kita yang menderita gagal ginjal. Dan sama saja telah mendukung semangat seorang pasien cuci darah untuk tetap hidup dan mengisi kehidupannya.

 

*Ciganjur di awal Juli yang masih setia dengan mendungnya.

Penulis : Peter Hari⁠⁠⁠⁠ (Sekretaris Jenderal KPCDI)

Leave a Reply