17 Tahun Cuci Darah, Irwin Mampu Bertahan

Barangkali diantara kita sebagai pasien gagal ginjal pernah bercanda bila seandainya diri kita terkena operasi narkoba. Kita akan berseloroh, pasti aparat yang memeriksa kita akan marah, karena  disuruh kencing tetapi tidak bisa keluar air seninya. Dan dipaksa dengan cara apapun kita tetap tak bisa menyerahkan air seni kepada aparat.

Candaan ini ternyata terjadi pada diri Irwin Ramadhany Syukur, yang sampai hari ini sudah menjalani cuci darah selama 17 tahun. “Waktu itu saya mau ujian negara. Di daerah Rawamangun ada operasi narkoba di jalan raya. Obat tekanan darah tinggi yang selalu saya bawa ke mana-mana dianggap narkoba  oleh aparat,” ujarnya kepada ku ketika membezuknya di Rumah Sakit Hermina Bekasi, beberapa waktu yang lalu.

Tak ayal lagi, Irwin menjadi bulan-bulanan aparat karena dicurigai sebagai pemakai. Lalu ia ditangkap dan dibawa ke Kantor Polisi. Polisi menuduh  Irwin sering menyuntik lengannya layaknya pecandu narkoba, karena di daerah akses cuci darah (AV Shunt) di tangannya meninggalkan jejak ditusuk jarum. “Saya disuruh kencing untuk diperiksa urin saya. Saya tidak bisa kencing saat itu dan sudah menjelaskan bahwa saya pasien cuci darah yang sudah tidak bisa kencing. Tapi polisi itu marah dan tangannya mencengkram leher saya disertai makian kata-kata kotor dan tak senonoh,” ujarnya dengan wajah menggerutu.

Akhirnya, dia terlambat ikut ujian Negara. Sebuah tindakan konyol dari aparat, membuat dirinya harus mengulang ujian negaranya. Tapi pemuda kelahiran Kuningan, Cirebon ini berhasil menyelesaikan kuliahnya walau dengan perjuangan yang luar biasa. “Saya menjadi mahasiswa tahun 1998, sebagai mahasiswa Universitas Trisakti jurusan Manajemen Transportasi. Tahun 1999 saya divonis gagal ginjal,” ujarnya lagi.

Vonis itu membuatnya terpukul. Dia tidak mau kuliah lagi dan memutus komunikasi dengan teman-temannya. Bahkan setelah ia tahu cuci darah itu seumur hidup, anak muda pengemar basket itu pun marah. Benda-benda di dalam rumahnya dia pecahkan. “Saya protes kepada Tuhan kenapa saya yang gemar olahraga diberi sakit semacam ini? Kenapa teman-temannya yang pemakai narkoba sehat-sehat saja?,” ucapnya dengan nada tinggi.

Dua bulan setelahnya, Irwin mulai bankit. Kalau banyak penderita gagal ginjal memilih tidak menyelesaikan kuliahnya, tapi Irwin justru berhasil lulus. Tahun 2013 dia menjadi sarjana. Irwin memilih bekerja setelahnya. Bidang yang dia geluti adalah jasa pengiriman barang. Dia sering berada di Pelabuhan Tanjung Priok. “Bisa kita bayangkan panasnya di sana. Akhirnya membuat aku kelebihan minum. Akibatnya fatal, paru-paru dan jantungku terkena,” keluhnya kini.

Irwin memutuskan untuk berhenti bekerja. Tetapi dia masih berkarya. Dia memilih membangun bisnisnya sendiri, dengan jalan menekuni jual beli mobil. Baginya, bisnis ini bisa menyesuaikan dengan keterbatasan fisiknya, dan waktunya yang tersita seminggu tiga kali untuk cuci darah.

Ketika kutanya apa yang paling berat selama 17 tahun ini menjalani cuci darah? Salah satu yang paling berat adalah soal pendanaan. Jaman dulu belum ada BPJS. “Pertama menggunakan Askes Orang Tua. Itu cuma sampai umur 25 tahun. Saya pernah biaya sendiri selama dua tahun. Dan membuat harta orang tua ludes terjual. Mobil dan rumah mewah habis untuk biaya cuci darah,” ujarnya dengan wajah sedihnya.

Hidupnya diselamatkan dengan Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Nasional). Dengan program ini Irwin bisa menjalani cuci darah. Makanya, ketika Jamkesmas dicabut, sontak ia melawan. Dengan beberapa pasien penerima Jamkesmas dia mengkoordinir pasien se-Indonesia. Mereka melakukan demonstrasi ke Departemen Kesehatan.

Melawan kebijakan pemerintah bukan barang baru baginya. Dia juga adalah saksi hidup peristwa Trisakti, di mana beberapa mahasiswa mati tertembak ketika demontrasi menentang pemerintahan Orde Baru.

Ketika kutanya, apa rahasia sehingga bisa bertahan selama 17 tahun? Jawabannya adalah karena dukungan yang tulus dan luar biasa dari istrinya, Hanas Trividian. “Tuhan memberi anugerah istri kepadaku ketika aku sudah gagal ginjal. Dia adalah teman kecilku. Suatu hari, aku pernah memberi dia hiasan kupu-kupu saat masih di Kuningan. Kukatakan kepadanya kalau aku akan kembali lagi kepadamu suatu saat nanti. Dan sepuluh tahun berikutnya perusahaan di mana aku bekerja bermitra dengan perusahaan di mana dia bekerja. Kami bertemu dan aku menyatakan cintaku,” ucapnya kini dengan wajahnya  memerahnya.

17 tahun menjalani cuci darah, selama itu pula pemuda beristri cantik ini mengalami jatuh bangun. Dia sudah lupa berapa kali masuk UGD dan ICU. Berapa kali dirawat di rumah sakit. Berapa kali dia mengalami drop. Baginya, bangkit dan bersemangat adalah jiwa yang harus dimiliki setiap pasien gagal ginjal. Dia ingin hidup lebih lama lagi, dan berkarya sebanyak mungkin. Dan tentu ingin membahagiakan istrinya yang telah setia mendampinginya dalam situasi apapun.

Aku, Neneng, Dian pamit kepadanya karena sebentar lagi dia harus masuk ruang operasi. Aku pulang dengan renunganku. Irwin adalah sosok yang luar biasa. 17 tahun dapat bertahan karena dia orang yang begitu mencintai hidupnya.

*Ciganjur (04/01) sehabis turun hujan

Oleh: Petrus Hariyanto (Sekretaris Jenderal KPCDI)

Leave a Reply